“Saya bukan “boneka”,
saya tahu rasa sakit itu seperti apa. Saya juga tahu rasanya diabaikan itu
seperti apa”
Ini tentang perasaan saya kepada seseorang.
Saya selalu memberikan perhatian terbaik yang bisa saya berikan, sesering
mungkin saya mengingatkan dia agar tidak telat makan, dan telinga saya selalu
siap bersedia mendengarkan semua cerita dan permasalahannya. Sayangnya, usaha
terbaik saya tidak mendapat feedback. Kadang dia merespon, tapi respon itu
tidak dia berikan dengan sungguh – sungguh. Respon itu terlihat untuk
penghiburan “boneka” yang telah kelelahan dan kebingungan.
3
bulan terakhir ini saya tidak mengerti, apakah semua yang saya lakukan untuk
dia adalah hal yang sia – sia atau tidak? Saya tidak mengerti, apakah benih
kebaikan yang saya tabur telah siap menuai kebaikan sesuai yang saya harapkan
atau malah tidak menghasilkan sama sekali.
Status ini menyesakan. Saya berada dalam posisi yang sering
diabaikan. Hal ini membuat saya lelah berharap. Dia pernah mengatakan sayang
dan kangen. Tapi nyatanya Dia selalu menggantungkan perasaan saya hingga saya
merasa lelah. Dia berkata sayang dan kangen, tapi nyatanya tidak pernah
dibuktikan dalam bentuk tindakannya yang cenderung amat cuek dan tidak peka.
Dia berkata maaf. Sering kali saya Tanya maaf untuk apa? Namun Dia tidak
menjawab. Sekarang saya mulai paham maksud dari kata maaf itu. Maaf, karena Dia
telah menggantungkan saya seperti ini. Maaf, Karena Dia tidak bisa memberikan
perhatian yang sama seperti perhatian yang saya berikan padanya. Maaf, karena
Dia telah membuat saya se-sayang ini padanya. Dan maaf, karena Dia tidak bisa
membalas rasa sayang saya ini.
Tak
jarang saya menunjukan sikap berharap saya padanya. Dia mungkin tahu, tapi
peduli apa? Bahkan hingga saya menunjukan sikap lelah untuk berharap pun belum
tentu Dia peduli apalagi memikirkan perasaan saya. Saya melakukan komunikasi
satu arah. Tidak ada kejelasan. Saya benci semua yang abu – abu.
Kalau
benci semua yang abu – abu, lalu kenapa saya tetap bertahan saat saya perhatian
tapi dia tidak? Kenapa saya bertahan saat saya peduli tapi dia tidak? Kenapa
saya bertahan saat saya mencoba mewarnai harinya tapi dia tidak? Kenapa saya
bertahan saat saya khawatir tapi dia tidak? Kenapa saya bertahan saat kangen
tapi dia tidak? Kenapa saya bertahan saat saya menangisi tapi dia tidak? Kenapa
saya bertahan diabaikan? Kenapa saya bertahan dengan ke abu – abuan ini? Bahkan
saya yakin, semua wanita normal pun tidak ingin mengalami hal seperti ini.
Lantas kenapa saya bertahan?
Saya
memang tidak menuntut status. Karena bagi saya perasaan yang kuat tidak
dilambangkan dari status. Saya tidak menuntut perhatian lebih, karena menurut
saya, dia adalah orang yang memiliki segudang kesibukan yang (mungkin) tidak
punya waktu untuk memikirkan orang lain. Terlebih orang seperti saya yang tidak
ada pentingnya. Saya juga tidak pernah menuntut dia untuk memanggil dengan
sebutan “sayang”, “dear”, “beb” atau
yang lainnya. Karena menurut saya, panggilan seperti itu belum tentu melambangkan perasaannya yang sesungguhnya.
Kamu
memang pernah menjamah perasaan saya. Disetiap sel otak saya berisikan KAMU. Saya
sering menulis. Bahkan kata “kamu”
disetiap tulisan saya itu tertuju untukmu. Saya sering memikirkanmu dan
merindukanmu. Tapi saya juga harus berpikir, apakah saya merasa bahagia saat
menyayangi dan memberi perhatian kepada kamu dengan tulus? Jawabannya sudah
pasti YA. YA saya merasa bahagia. Semua itu saya berikan dan lakukan dengan
tulus. Saya yakin dan percaya, cinta dapat tumbuh dengan sendirinya, tanpa
paksaan. Cinta tak harus memiliki seutuhnya. Saya mencintai dia, bukan berarti
saya harus memiliki dia seutuhnya. Saya tidak akan pernah merasa lelah
melakukan itu semua. Bodoh! ya mereka bilang saya bodoh. Mereka boleh bilang
seperti itu, karena mereka tidak mengerti dengan perasaan ini. Tapi
bagaimanapun, semua yang abu – abu itu tidak mengenakkan. “Saya bukan “boneka”, saya tahu
rasa sakit itu seperti apa. Saya juga tahu rasanya diabaikan itu seperti apa”
3 bulan terakhir, kamu yang terbaik. 3
bulan terakhir, Cuma kamu yang dapat menyita semua pikiran saya. 3 bulan
terakhir, Cuma kamu yang dapat menyakiti saya dan Cuma kamu yang bisa jadi
obatnya. 3 bulan terakhir… sekarang?