Aku merasa jatuh yang tak
pernah kuduga sebelumnya, hingga sebuah tanya muncul; mengapa bisa? Mengapa kamu?
Mengapa pada seseorang yang dapat kuketahui dengan pasti, bahwa ini adalah
kemungkinan yang tidak mungkin? Ada rasa yang datang tanpa diundang, hingga
tanpa sadar kuletakkan namamu pada urutan paling pertama dalam segala hal. Ada
cinta yang sampai kini masih kusangkal. Sebab aku sadar ini adalah rasaku,
bukan rasamu.
Barangkali, begitulah risiko jatuh cinta, andai hati dapat
memilih kemana ia akan jatuh, sayangnya tidak bisa. Tidak ada yang salah dengan
sebuah rasa. Tidak semua orang yang singgah di hati kita adalah orang yang bisa
menetap, ada yang hadir hanya untuk sekedar memberikan jejak. Perkenalan dan
pertemuan yang begitu singkat namun membekas, dan meninggalkan sebuah rasa,
rasa yang hanya rasaku, bukan rasamu.
Aku yang hanya bisa melihat profilmu dan last seen mu, kamu online, tapi bukan untukku. Kamu masih terjaga dilarutnya malam,
tapi bukan karena ku. Kamu saat ini bahagia, tapi bukan aku alasan dari
bahagiamu. Namun, kamu adalah alasanku untuk terus menatap layar ponsel
hanya sekedar melihat apakah kamu online atau tidak, kamu penyebab timbulnya
senyum dan tawaku yang tak jelas, notifikasi darimu yang aku dambakan.
Sepertinya kamu sudah memberikan hatimu kepada seseorang yang kau pilih, yang
tentunya rasamu juga untuknya.
Sementara aku, tinggal di antara ribuan pertanyaan; tentang
mengapa kita kemudian dipertemukan. Sementara aku, berdiam di tengah ratusan
perkiraan; tentang mengapa kepadamu, jatuhku tampak diizinkan. Jauh, sebelum
cinta tampak nyata, sudah kusadari bahwa semuanya akan berakhir dengan sia-sia.
Kamu seperti ada untuk kucintai saja, bukan untuk kumiliki. Seperti menggenggam
angin, terasa tapi tak tergenggam. Aku hanya menunggu rasaku padamu hilang
seperti saat angin menerbangkan dandelion.