Perceraian
yang dulu diangap tabu, kini bak menjadi virus yang trend di tengah
masyarakat. Virus, saya menyebutnya virus berbahaya, karena begitu menginjeksi
akan berdampak besar bagi struktur rumah tangga yang dibangun puluhan tahun, dan
menjadikan masa depan anak menjadi korban.
Pernah
terbayang nggak sih, hidup kalian hancur gara-gara orangtua kalian bercerai.
Mungkin itu adalah cara penyelesaian yang paling baik untuk saat ini. So,
kalian harus kuat menghadapinya.
Broken home
sejatinya mulai marak terjadi, mulai dari kedua orang tua yang berpisah hingga
keberadaan keluarga yang tak harmonis. Anak-anak menjadi korban dalam kejadian
ini, terlebih jika masih di usia belia maupun remaja, sebuah fase labil bagi
kehidupan anak.
Broken home, kata yang mungkin
mengerikan untuk sebagian orang. Tapi ketahuilah banyak kelebihan tak terlihat
dalam diri anak broken home. Mereka tangguh, mereka kuat, mereka mampu
bertahan. Ada sebagian anak broken home yang menyerah dengan keadaan, mengakhiri
hidupnya secara tragis. Tapi tak sedikit anak broken home yang memperjuangkan
hidupnya, bertahan demi menciptakan kebahagiaan baru yang akan terlahir.
Saya mempunyai beberapa teman yang anak
broken home. Saya masih beruntung tidak memiliki konflik serumit teman-teman
saya. Tapi mereka masih bisa tersenyum, tertawa seolah-olah tidak ada masalah,
mereka mampu menyembunyikan kesakitan itu. Dari cerita teman-teman saya,
penyebab broken home tidak jauh dari kesibukan kedua orang tua, orang tua yang
bercerai, orang tua yang tidak perhatian, orang tua yang diambang perceraian,
satu orang tua yang meninggal, faktor ekonomi, orang tua yang selalu bertengkar,
perselingkuhan.
Mengertilah, anak hanya membutuhkan
perhatian. Itu semua urusan kalian para orang tua yang bermasalah. Ambil jalan
terbaik, mereka sebagai anak tidak berhak mencampuri. Tapi orang tua yang baik
adalah orang tua yang konsisten. Walaupun sudah bercerai tapi harus selalu siap
menjadi orang tua utuh jika anak membutuhkan.
Dibalik anak broken home, mereka
mempunyai kemampuan lebih. Mereka mampu bertahan, mereka lebih kuat dibanding
anak yang tidak mengerti masalah itu apa, mereka bisa mengatasinya sendiri.
Anak broken home punya berbagai cara untuk menutupi kesedihannya dan sebisa
mungkin orang lain tidak mengetahui seberapa sakit mereka. Bercanda tawa itu
cara terampuh untuk mereka. Merangkul orang lain padahal dalam hati ia selalu
ingin dirangkul. Anak broken home punya kemauan untuk bertahan melanjutkan
hidup walau sebagian kecil dari mereka ada yang salah memilih jalan.
Ketahuilah para orang tua, anak
lebih sakit melihat orang tuanya bertengkar dibanding seorang istri yang
diselingkuhi. Anak lebih berpengaruh buruk melihat adu mulut orang tua. Anak
lebih trauma melihat kelakuan binatang kedua orang tuanya. Anak lebih
menderita.
Jika seorang anak lebih betah berada
diluar rumah, lebih nyaman bersama temannya, lebih menghabiskan waktu untuk
bersenang-senang, lebih malas belajar, tanyakan pada diri kalian para orang
tua, apa yang salah dari kalian? Sudahkah kalian berperan aktif untuk anak?
Anak lebih peka jika merasakan kehilangan kasih sayang.
Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi
kehidupan kita. Jalan kita masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri.
Pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media pembelajaran guna menuju
kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih
bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih
baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja
ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita.
Untuk para orang tua, ketahuilah, mereka
telah terluka lebih dari kalian yang dilukai oleh pasangan kalian
masing-masing. Orang tua adalah contoh terbaik untuk anak, tapi jika kalian
tidak bisa memberikan contoh yang baik, kalian bukanlah orang tua yang
menjalankan kewajiban dengan semestinya. Mereka butuh kalian, rangkul mereka
saat raut wajahnya berubah. Ayah, ibu, siapapun kalian, air mata selalu jatuh
dari matanya tiap malam. Mereka menumpahkannya hanya untuk melegakan sedikit
kesesakkan didalam dada. Mereka tidak ingin ada yang mengetahui seberapa
sakitnya mereka. Mereka masih memikirkan kebahagiaan orang lain, kebahagian
kalian dihari tua. Ayah, ibu, mereka telah berjanji akan membahagian kalian
kelak.